Domenico Quirico, seorang jurnalis dari Koran ‘La Stampa’, Italia. Ia diculik selama lima bulan di Suriah, dijadikan sebagai sandera oleh kelompok jihad bersenjata. Setelah dibebaskan, ia memberi keterangan dalam sebuah wawancara, memperlihatkan semua pesimisme dengan mengatakan bahwa, “Negara barat tidak mau memahami bahwa Islam moderat tidak ada, dan bahwa ada sebuah proyek Islam dan jihad untuk Khilafah Besar”.
Fotografer kami Stefano Romano, pria Italia yang sudah masuk Islam, menulis surat berikut kepada jurnalis koran ‘La Stampa’. Surat terbuka (di sini di Italian) Fhotographer Frontiere News Stefano Romano kepada Domenico Quirico, setelah wawancara dilakukan jurnalis Tempi.
Alih Bahasa : Jemy Haryanto
Salam Domenico Quirico,
Aku mengikuti ceritamu dengan kecemasan. Seperti semua orang Italia, aku senang ketika kamu dibebaskan. Sulit membayangkan apa yang kamu lewati, rasa sakit dan kemarahan selama berbulan-bulan di penjara. Rasa sakit itu milik kehidupan pribadi kamu, dan pikiran kami bahkan tidak bisa mengerti.
Aku juga mendengar tentang wawancaramu ketika kamu kembali ke Italia, dan mereka seperti potongan-potongan tajam cermin yang dirusak: maksudku perkataanmu merupakan cerminan jiwa marahmu, tapi mereka juga senjata nyata. Aku berpikir khususnya terkait wawancaramu di surat kabar ‘Tempi’, pada 24 September, dimana kamu sering berbicara tentang Jihad Islam.
Sebagai jurnalis yang bijak, sepertinya kamu tahu betul apa yang kamu katakan (jihad). Sehingga aku akan mencoba menjelaskan beberapa hal, bukan untuk kamu, yang sudah mengenal mereka (hal-hal), tapi bagi orang-orang yang mengikuti kamu, yang tidak mendapatkan informasi yang benar tentang topik ini. Setelah itu, aku akan menjelaskan padamu sudut pandang pribadi dengan kerendahan hatiku.
Jelas, aku harus mengacu pada teks dasar Al-Quran, karena Islam tidak diatur oleh manusia, melainkan melalui firman Allah, dan itu lebih dari aturan sederhana bagi seorang Muslim yang baik. Karena friman Allah lebih konkrit dari tubuh kita sendiri.
Pertama-tama, kita harus menghapus istilah ‘Holy War/Perang Suci’ yang berasal dari negeri barat. Kata ini tidak ada dalam bahasa Arab, dan itu tidak pernah ditulis di dalam Al-Quran. Istilah itu hanya ciptaan yang lahir pada periode perang Kristen ‘Crusades/Perang Salib’,, diperkenalkan oleh Pietro l’ Eremita di dunia bagian Barat pada tahun 1096.
Dalam Al-Quran, Jihad dijelaskan dalam Surah ‘Al – Baqarah’ (Sapi Betina), pada ayat 190-1, dan arti sesungguhnya adalah ‘ikhtiar/usaha’, atau kerja yang harus dilakukan di dalam diri kita secara terus-menerus untuk memahami kebaikan, untuk berperilaku lebih baik.
Selanjutnya jihad ada dua macam yaitu, jihad al Asghar atau ikhtiar/usaha kecil. Ini adalah perang untuk mempertahankan diri. Selanjutnya adalah jihad al Akbar atau ikhtiar/usaha besar yang merupakan ‘upaya setiap orang di dalam hatinya, untuk berkembang, melawan hawa nafsu dan mendidik pikiran, seperti yang dijelaskan oleh Gabriele Mandel dalam komentar kritisnya pada Quran versi Italia. Catatan paling penting adalah:
“1 ° – kita harus berjuang untuk Tuhan, akan tetapi tanpa menyerang lebih dulu, karena Tuhan tidak menyukai para penyerang ( II , 190 ) ; 5 ° – itu dilarang apalagi menyatakan perang hanya untuk uang ( IV , 94 ) ; 6 ° – kita harus menghormati aturan yang tepat, batasan dan kemanusiaan ( II , 191-193 , 243-244; IV , 74-76; V , 35; VIII , 64-66; IX , 38-42 … )”.
(Gabriele Mandel – ” Il Corano” UTET ). Dan sekarang aku ingin menambahkan – di sini juga aku akan menyelesaikan pada bagian teoritis – dua prinsip penting lainnya .
Salah satu prinsip tertulis dalam Surah ‘An-Nisa’ ( Perempuan ), ayat 171: dimana itu adalah anjuran untuk tidak melebihkan/membesar-besarkan dalam urusan agama, dan ini jelas mengutuk semua fanatisme. Nabi menilai ini salah satu kejahatan dalam agama. Dan akhirnya, ayat-ayat yang paling terkenal terkait dengan jihad, adalah dalam ayat 39 di Surah ‘Al –Hajj’ (Haji), yang mengizinkan orang-orang Muslim untuk membela diri, hanya jika -dan hanya jika- mereka diserang lebih dulu, dengan kewajiban untuk tidak membunuh jika tidak perlu, dan tidak boleh melakukan peperangan hanya untuk uang atau untuk memenjarakan populasi lain.
Perang adalah selalu perang pembelaan diri, dan tidak ada hubungannya dengan terorisme, dan sekarang/hari ini kita berbicara banyak tentang hal itu (terorisme). Dalam bahasa Arab kata ‘perang’ sangat mirip dengan ‘terorisme’, tapi yang pertama diperbolehkan, sedangkan kedua selalu dikutuk. Dan, yang lebih penting adalah bahwa ayat berikutnya mengatakan:
“Jika Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan manusia yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang yahudi, dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya menyebut nama Allah” (A – Hajj, ayat 40). Di sini adalah larangan bagi setiap muslim untuk menghancurkan tempat ibadah, bahkan jika itu adalah sebuah gereja atau sinagog, karena mereka (gereja dan sinagog) tetap “rumah Tuhan”.
Di sini juga kita bisa berpikir lagi tentang hal-hal menyedihkan yang terjadi pada periode sekarang. Berpikir tentang apa yang terjadi di Pakistan, India, Nigeria, yang membuat kamu (Domenico) mengatakan bahwa: “Islam adalah agama totaliter dan serdadu. Kita harus mengatakan dengan jelas bahwa Islam itu lahir dari perang-perang Muhammad, dan Islam hidup melalui perjuangan dan konversi. Ketika itu menjadi agama moderat dan tercerahkan, itu bukan Islam, tapi hal yang lain”.
Namun menurut firman Allah (SWT), perilaku ekstrim itu tidak ada hubungannya dengan Islam, juga orang-orang yang marah dan membunuh atas namaNya. Allah akan menjadi yang pertama tidak mengenali mereka, dan mereka (orang melakukan kekerasan) akan menjadi yang pertama – dalam kebodohan mereka – untuk membayar semua tindakan kekerasan tersebut di Hari Penghakiman; mungkin hal ini bisa membuat beberapa orang tersenyum, tapi aku meyakinkanmu bahwa ini (Hari Penghakiman) adalah ketakutan terbesar yang menghantam urat nadi setiap orang Muslim sejati.
Sayangnya, manusia mengidentifikasi agama dengan orang-orang yang menerapkannya, seolah-olah hanya beberapa Muslim yang menjadi representasi keimanan Islam, tapi Islam adalah agama terbesar kedua di dunia, yang diikuti oleh jutaan orang yang percaya, dari setiap belahan bumi: ada umat Islam Cina, Swedia, Kanada, Somalia, Inggris, dan lebih dari 1 juta dan setengah di Italia.
Bagaimana kita bisa berbicara tentang Islam jika kita hanya berpikir tentang apa yang terjadi di wilayah perang? Kamu ( Domenico ) mengatakan bahwa: “Islam moderat dan beradab, yang orang-orang sangat suka, itu hanya presentasi kecil elit (beberapa orang) terkait negara Barat. Tapi mayoritas adalah hal lain”. Masih menurut kamu ( Domenico ), bahwa pasukan Islam ingin menaklukkan dunia ; tapi jika itu benar, apa yang kita bisa katakan tentang ribuan Muslim Italia yang tinggal dan bekerja dengan tenang di setiap kota bangsa kita (Italia)? Mungkin mereka bukan muslim? Menjadi seorang Muslim berarti hanya merampok, mengkonversi orang-orang dengan kekuatan atau membunuh?
Tentu saja jika kamu hanya selalu pergi ke tempat-tempat perang, di mana Islam seringkali menjadi dalih/alasan untuk kepentingan/tujuan politik dan ekonomi, perasaan yang kamu rasakan adalah bahwa Islam benar-benar menyukai perang. Tapi Islam moderat bukan hanya beberapa elit di televisi. Akan cukup untuk mengunjungi negara-negara seperti Indonesia atau Malaysia.
Khususnya Indonesia, di mana pemerintahnya telah berkomitmen beberapa tahun lalu untuk menghapus Islam berbahaya/garis keras yang membuat darah wilayah itu. Sekarang Indonesia, seperti Malaysia, adalah negara yang tenang, di mana agama yang berbeda hidup bersama, dan toleransi yang tertulis dalam slogan “Binneka Tunggal Ika”. Satu contoh adalah kota Jakarta, di mana Masjid Istiqal, merupakan masjid terbesar, diarsiteki oleh orang Kristen, dan terletak di depan Katedral terbesar.
Aku mengatakan ini karena aku seorang Muslim. Aku memeluk Islam beberapa tahun lalu, melalui pekerjaanku – fotografi – aku melihat pada wajah orang-orang Muslim yang kufoto sebuah cahaya, yang aku sendiri belum pernah melihat itu sebelumnya. Sebuah perasaan damai yang terpancar saat aku datang membaur dengan masyarakat Indonesia di Roma, dan kemudian dalam perjalananku ke negara itu.
Di Indonesia aku benar-benar melihat Islam sebagai pengabdian/kepatuhan kepada kehendak Allah (makna asli dari kata ‘Islam’, seperti kamu ketahui itu), bukan melalui senjata, tetapi dengan senyum dan tindakan sehari-hari orang-orang damai ini (orang Indonesia).
Pada anak-anak juga, diajarkan untuk menghormati orang tua mereka dan para orang tua lainnya, dengan cara yang kita sudah tidak kita miliki di sini (di Italia). Tetapi di atas semua itu, adalah iman kepada firman-friman Allah, dan bukan dalam iman orang-orang yang menafsirkannya (menafsirkan kata-kata Tuhan) untuk kepentingan mereka. Ketika orang melakukan itu (menafsirkan firman Allah untuk membenarkan tindak kekerasan), mereka melawan semua elemen dasar Islam.
Dengan kata-kata ini aku ingin mengakhiri surat panjang ini, dengan harapan bahwa hatimu yang bermasalah akan segera menemukan kedamaian, dan aku mengundang kamu untuk melihat di luar tabir kebencian yang kamu telah hembuskan di tanah tersebut (Suriah). Islam besar seperti samudra, dan beberapa patch minyak tidak bisa membuat kamu berpikir – bersama-sama dengan semua orang yang mengikuti kamu – bahwa seluruh lautan telah diracuni. Allah menciptakan laut dengan air murni, itu selalu merupakan bagian kecil dari orang-orang (beberapa orang) yang merusak kecantikannya (lautan).
Salam hormat. Stefano Romano (Jurnalis dan Fotograper)
Profilo dell'autore
- Dal 2011 raccontiamo il mondo dal punto di vista degli ultimi.
Dello stesso autore
- Europa3 Marzo 2024La maglia multicolore che unì basket, musica e TV per la Lituania libera dall’URSS
- Universali3 Marzo 2024Il vero significato di Bambi (e perché Hitler ne era ossessionato)
- Universali29 Febbraio 2024Hedy Lamarr, la diva di Hollywood che “concepì” Wi-Fi e Bluetooth
- Europa28 Febbraio 2024La tregua di Natale del 1914, quando la guerra si fermò per una notte
Aku turut bersedih atas apa yang dialami Domenico Quirico. Hal yang harus kita pastikan:
Pertama : benarkah pihak yang menyekap Domenico selama 6 bulan adalah kelompok pejuang Islam? bukan lawan politiknya?
Kedua, Islam tidak bisa dinilai hanya dari apa yang terlihat di daerah konflik di mana manusia memiliki kepentingan masing-masing. Islam dan Muslim mungkin saja tampak berbeda, tergantung bagaimana individu memahami dan merepresentasikan Islam.
Tiga, pergilah ke seluruh dunia, dan lihatlah Islam yang diterjemahkan dengan cara yang berbeda di setiap bangsa dan budaya, tapi pada dasarnya ajaran Islam adalah satu: PERDAMAIAN
Empat: kalaupun Muslim harus mengangkat senjata, itu pasti ada alasan yang memang harus dilakukan
Anyway… terjemahannya sedikit membingungkan, tapi aku bisa memahaminya. Selamat Stefano Romano 🙂